Presidential threshold dalam pemilu di Indonesia perspektif Imam Al-Mawardi

Main Author: Khoiriah, Wardah
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://etd.iain-padangsidimpuan.ac.id/7264/1/1510300029.pdf
http://etd.iain-padangsidimpuan.ac.id/7264/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua permasalahan, yaitu: Bagaimana Kedudukan Hukum Presidential Threshold pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XV/2017? Bagaimana konsep pembatasan calon pemimpin menurut pemikiran Imam Al-Mawardi dalam pengangkatan Kepala Negara? Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan komperatif untuk mendapatkan titik relevansi antara konsep pemberlakuan sistem Presidential Threshold dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dianalisis bersama ketentuan pembatasan calon pemimpin menurut pemikiran Imam Al-Mawardi. Adapun sumber bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang, dokumen putusan Mahkamah Konstitusi, Kitab Al Ahkam Al-Sulthaniyah, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa tahun 1945 pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XV/2017, ketentuan Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum tetap dinyatakan konstitusional atau sejalan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena pengaturan mengenai kebijakan akan adanya ketentuan Presidential Threshold dalam Undang-Undang Pemilu termasuk dalam kategori kebijakan hukum terbuka (open legal policy) bagi Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden. Adapun menurut perspektif Imam Al-Mawardi: syarat mutlak bagi seseorang agar dapat dicalonkan sebagai kepala negara adalah harus keturunan suku Quraisy, ini merupakan sebuah pembatasan bahwa selain keturunan Quraisy tidak sah dicalonkan sebagai Kepala Negara. Jadi titik temu antara pemikiran Imam Al-Mawardi tentang pemilihan Kepala Negara dengan konsep pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum adalah terkait pembatasan calon. Menurut Imam Al-Mawardi, calon pemimpin terbatas dari keturunan Quraisy, sedangkan menurut hukum pemilu di Indonesia harus diusulkan Partai Politik atau gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25 % (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.