Tinjauan fiqh siyasah terhadap sanksi bagi pelaku makar dalam KUHP Pasal 104
Main Author: | Noviansyah, Noviansyah |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2020
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://etd.iain-padangsidimpuan.ac.id/6086/1/1510300018.pdf http://etd.iain-padangsidimpuan.ac.id/6086/ |
Daftar Isi:
- Tindak pidana makar adalah suatu tindak pidana yang berhubungan dengan masalah keamanan Negara dalam negeri. Makar suatu tindak pidana yang dapat membahayakan suatu kepentingan masyarakat dan Negara.Terjadinya makar dapat mengganggu stabilitas nasional. Dalam sejarahnya, Indonesia pernah beberapa kali mengalami beberapa tindakan makar yang dilakukan oleh warga negaranya.Tindakan makar dilakukan dengan menentang ideology bangsa, sehingga melakukan penyerangan kepada kepala Negara yang sah. Kejahatan yang masuk dalam kategori makar yang mengancam suatu keamanan Negara dan keselamatan Negara RI dimuat dalam Bab I Buku II KUHP bentuk Pasal 104 yaitu makar yang menyerang keamanan Presiden, Sedangkan dalam Hukum Pidana Islam pemberontakan termasuk kedalam jarimah Huddud yang ketentuan serta sanksinya terdapat dalam Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat ayat 9. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yakni bagaimana sanksi pelaku maker terhadap KUHP?. Serta bagaimana tinjauan Fiqh Siyasah terdahadap sanksi bagi pelaku maker dalam KUHP?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analitis dan normatif, karena sumber datanya tidak dapat dipisahkan dengan datadata kepustakaan, antara lain berupa buku, jurnal, undang-undang maupun laporan hasil penelitian dari peneliti terdahulu yang berhubungan dengan subjek atau objek penelitian. Dalam penelitian ini menemukan hasil bahwa sanksi makar dalam hukum Islam adalah diperangi dan dijatuhi hukuman mati (Jarimah Huddud), dan sanksi bagi pelaku makar menurut hukum positif adalah pidana penjara. Namun, disini pelaku makar sudah bisa dipidana Apabila telah memenuhi tiga unsur, yaitu permulaan niat, permulaan pelaksanaan dan pelaksanaannya tidak selesai karena kehendaknya sendiri, dan untuk hukumannya dikurangi sepertiga. Namun, dalam pemberian sanksi kepada bughat maupun makar harus dilakukan secara hati-hati dan sebelumnya harus ada proses musyawarah.