Perempuan Penenun: Menelusuri Pengalaman Perempuan Penenun di Sumba dari Sudut Pandang Teologi Keindahan menurut John Navone

Main Author: Lolo, Irene Umbu
Format: Article info application/pdf Journal
Bahasa: ind
Terbitan: Asosiasi Teolog Indonesia , 2019
Subjects:
Online Access: https://indotheologyjournal.org/index.php/home/article/view/16
https://indotheologyjournal.org/index.php/home/article/view/16/105
Daftar Isi:
  • Knowledge, capacity, and creativity are God’s gifts to women, and these gifts enable women to weave cloth. From a perspective of theological aesthetics, the activity of such weaving women may be seen as a form of participation in God’s beauty, just as their experience as women weavers become an experience of the beauty of God. These women express understanding, knowledge, and awareness of their own personhood, namely, as human beings who through the process and experience of weaving cannot be separated from one another, nature, or God. This article locates the experience of women weavers as an important site for theological aesthetics. Such experience invites more than mere recognition or appreciation, even as it might also function as a basis for a contextual theology in Sumba. This is so, because—as I explicate—such experience amounts to an experience of the beauty of God.
  • Pengetahuan, kemampuan, dan daya kreativitas adalah anugerah Allah bagi perempuan. Anugerah Allah itu memungkinkan perempuan melakukan pekerjaan menenun. Aktivitas perempuan penenun dari sudut pandang teologi estetika dapat dilihat sebagai wujud partisipasi dalam keindahan Allah. Pengalaman perempuan penenun dapat dipandang sebagai pengalaman tentang keindahan Allah. Perempuan penenun mengekspresikan pemahaman, pengetahuan dan kesadarannya mengenai hakikat dirinya sebagai manusia yang tak dapat dipisahkan dari sesama, alam, dan Tuhan melalui proses dan pengalaman menenun. Artikel ini hendak menempatkan pengalaman perempuan penenun yang sebagai pengalaman penting dalam estetika teologis. Pengalaman ini bukan saja harus diingat dan dihargai tetapi juga dapat menjadi sebuah pendasaran sebuah teologi kontekstual di Sumba, karena, sebagaimana saya akan kemukakan, pengalaman itu adalah pengalaman tentang keindahan Allah.