Daftar Isi:
  • Di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, sagu asal pohon sagu, sebagai bahan makanan pokok sehari-hari hanya cocok dalam lingkungan alamiahnya yang khas. Berbeda dengan padi-padian (serealia seperti beras, jagung, gandum), sagu asal pohon sagu praktis tidak mengandung protein, tapi terutama hanya karbohidrat saja dalam bentuk pati. Walaupun sagu tidak mengandung protein, keadaan gizi si pemakan sagu alamiah ("natural sago-eater") tidak jelek, lingkungan alam di mana si pemakan sagu hidup dan pohon sagu tumbuh secara alamiah, terdiri dari rawa-rawa dan sungai yang sangat kaya akan ikan. Keperluan tubuh sehari-hari akan protein dari si pemakan sagu dapat dipenuhi seluruhnya dengan protein ikan yang mempunyai nilai biologik tinggi. Di samping itu, untuk penduduk yang jumlahnya memang terbatas (kecil), persediaan sa­gu selalu ada cukup untuk memenuhi keperluan tubuh sehari-hari akan enersi. Seandainya penduduk pulau Jawa harus mengganti makanan pokok padi-padian atau serealia se­perti beras atau jagung, untuk suatu jangka waktu yang cukup lama, dengan bahan makanan sagu asal pohon sagu, diduga akan terjadi suatu penderitaan kekurangan protein. Karena di pulau Jawa sumber protein yang akan menjamin kecukupan protein sehari-hari, tidak tersedia dalam jumlah cukup diban­ding dengan jumlah penduduk. Untuk penduduk pulau Jawa, sagu akan sangat berguna hanya sebagai sumber enersi tambahan saja (energy expander). Karena sagu dalam bentuk lempeng dapat disimpan lama, maka sagu lempeng dapat dipertimbang­kan sebagai makanan darurat (emergency food) dalam keadaan musibah atau bencana alam.