Sambernyawa banjir darah bumi Mataram

Pada tahun 1742, benteng Kerajaan Mataram Islam di Kartasura hancur oleh serangan laskar Jawa dan Tionghoa. Serangan itu dipicu oleh peristiwa Geger Pacinan, pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap Belanda di Batavia pada tahun 1740. Dipimpin seorang bangsawan bernama Sunan Kuning, orang-orang T...

Full description

Format: Book
Bahasa: ind
Terbitan: Pamulang : Javanica , 2016
Edition: Cetakan 1, Oktober 2016
Subjects:
LEADER 02920cam a2200361 a 4500
001 INLIS000000000970944
005 20200619110739.0
006 ad g 000 f
007 ta
008 200618s2016 bnid g 000 f ind
020 # # |a 978-602-6799-10-4 
035 # # |a 0010-1219010879 
040 # # |a JKPNPNA  |b ind  |e rda 
082 0 4 |a 899.221 308 1  |2 [23] 
084 # # |a 899.221 308 1 SRI s 
100 0 # |a Sri Hadidjojo,  |c Raden Mas Ngabei,  |d 1909-1970  |e penulis 
245 1 0 |a Sambernyawa :  |b banjir darah bumi Mataram /  |c Sri Hadidjojo ; penyunting, Shalahuddin Gh 
250 # # |a Cetakan 1, Oktober 2016 
264 # 1 |a Pamulang :  |b Javanica,  |c 2016 
264 # 4 |c © 2016 
300 # # |a 416 halaman :  |b ilustrasi ;  |c 21 cm 
336 # # |a teks  |2 rdacontent 
337 # # |a tanpa perantara  |2 rdamedia 
338 # # |a volume  |2 rdacarrier 
520 3 # |a Pada tahun 1742, benteng Kerajaan Mataram Islam di Kartasura hancur oleh serangan laskar Jawa dan Tionghoa. Serangan itu dipicu oleh peristiwa Geger Pacinan, pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap Belanda di Batavia pada tahun 1740. Dipimpin seorang bangsawan bernama Sunan Kuning, orang-orang Tionghoa dan Jawa yang sama-sama kecewa dengan pemerintahan Pakubuwana II, raja Mataram yang dekat dengan Belanda, pun mengobarkan pemberontakan. Sejak saat itu rakyat Mataram terbelah dua: antara yang memihak Sunan Kuning dan Pakubuwana II. Di mana-mana terjadi perang dan banjir darah. Jatuhnya Kartasura melatarbelakangi lahirnya seorang tokoh besar tanah Jawa: Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa. Seorang kesatria yang disingkirkan dari istana Mataram. Setelah Sunan Kuning menguasai Kartasura, Pangeran Sambernyawa berada di persimpangan jalan. Meskipun Pakubuwana II pamannya, ia tak bisa membela karena ada Belanda di belakangnya. Tetapi ia pun tak hendak memihak penguasa baru sebab ia merasa Sunan Kuning bukan pemimpin yang diharapkannya. Pada masa yang sangat genting itu, peristiwa demi peristiwa dialami Pangeran Sambernyawa. Seseorang meracuninya hingga ia mati suri berhari-hari. Ketika tubuhnya lemah tanpa daya, kekuatan dahsyat berupa Tridaya sakti justru bangkit di dalam dirinya. Simpul-simpul pada tujuh cakra di tubuhnya terbuka dan mampu mengalirkan tenaga murni sepenuhnya. Perjumpaannya dengan rakyat yang menderita memantapkan hatinya untuk memperjuangkan keadilan. Kasih sayang dari orang-orang yang tulus membuat jiwanya semakin menyadari sesanti leluhur Jawa: Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti. Angkara murka bakal lebur oleh cinta kasih! Berkiblat pada keadilan dan cinta kasih, Pangeran Sambernyawa pun mempersiapkan kekuatannya untuk membebaskan rakyat Jawa dari belenggu penderitaan dan penjajahan. 
650 # 4 |a Fiksi sejarah 
650 # 4 |a Fiksi Indonesia 
700 0 # |a Shalahuddin Gh  |e penyunting 
850 # # |a JKPNPNA 
990 # # |a 201900103128281 
990 # # |a 201900103128283 
990 # # |a 201900103128282 
990 # # |a 201900103128280