Summary: |
Sedangkan di dalam tanah Sesosok pria telah meninggal Dan cacing telah memakannya Tetapi tidak untuk cintanya. Menuju sebuah celah batu nisan saya justru dibuat takut dengan diri saya sendiri. Bukan oleh pemakaman, cacing-cacing liar, atau bahkan rupa jasad yang menakutkan itu. Tapi saya memberanikan diri menghampirinya demi membaca titik fokus sekumpulan puisi ini. Dingin dan gigil menyatu, menjadi selimut yang membuat saya merasakan ngilu hingga ke tulang. Kematian?menunjuk kita untuk kembali terbangun dari tidur yang panjang. Lalu kita akan merasakan bahwa sunyi dalam dekapan keramaian bagaikan sebuah kematian yang mengerikan. Maka cinta, adalah satu-satunya cara menapaki segala. Segala yang fana, menuju apa saja yang hakiki. ?Aku ragu ada dan tiadaku, namun cinta mengumumkan, aku ada!? Lagi-lagi cinta. Wildan Syakirin mencoba menggabungkan segala perspektif dalam sebuah muara bernapaskan cinta. Puisi-puisinya tidak menggambarkan keraguan sebagaimana cinta manusia pada kekasihnya (pasangan).
|