Summary: |
Bahasa Bugis merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan. Bahasa Bugis mempunyai aksara tersendiri yang disebut Lontarak. Lontarak adalah naskah klasik yang mengilustrasikan kehidupan manusia di masa lalu. Terdapat tiga lontarak yang dijumpai di Sulawesi Selatan, yaitu Lontarak Pasang, Attoriolong, dan Pau-Pau Rikadong. Ketiganya memuat isi yang berbeda-beda. Di tengah-tengah ancaman kepunahan akibat pengaruh arus globalisasi, maka umat Islam di Sulawesi Selatan khususnya ulama Bugis berupaya mempertahankan tradisi bahasa Bugis dengan menulis tafsir Alquran dalam bahasa Bugis dengan menggunakan aksara Lontarak. Hal ini juga merupakan upaya ulama Bugis di Sulawesi Selatan untuk mengkolaborasikan antara Islam dan khazanah kearifan lokal. Tradisi lisan hidup di tengah-tengah masyarakat diturunkan oleh ibu kepada anaknya dalam buaian dan tukang cerita menuturkannya secara lisan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Tradisi lisan lebih dahulu lahir dari pada tradisi tulis. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa dengan lahirnya tradisi tulis, tradisi lisan langsung hilang. Sesungguhnya tradisi lisan (oral tradition) hidup bersamasama dengan tradisi tulis, terutama di daerah-daerah terpencil. Seperti di daerah lain di wilayah Indonesia, di Sulawesi Selatan (selanjutnya ditulis Sul-Sel) telah dibuktikan bahwa tradisi lisan telah berjalan cukup lama. Hal ini dibuktikan dengan diinventarisir beberapa tradisi lisan berupa cerita rakyat, yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Balai Penelitian Lektur Keagamaan Ujung Pandang. Dengan penelitian membuktikan bahwa sekalipun tradisi tulis telah lahir bukan berarti bahwa tradisi lisan mati atau hilang akan tetapi tetap berjalan. Selanjutnya dalam tulisan ini diilustrasikan bagaimana orang-orang Bugis melestarikan khazanah lokal khususnya bahasa Bugis yang menggunakan aksara Lontarak bersinergi dalam upaya menulis kara-karya monumental dalam karya tafsir al-Qur?an.
|