Summary: |
Kisah hidup Maximus Tipagau ini akan mengmspirasi banyak orang. Kedua orangtuanya mengajarkan, di dunia initakada yang gratis, termasuksoal makan di rumah. la tak dapat jatah makan jika belum membantu orangtuanya. Kehidupannya makin silit ketika di usia tujuh tatiun ia sudah yatim piatu. Meski purya nenek, Maximus memilih hidup sendiri. Lalu ia mencari pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya. Kadang ia menawarkan diri membawakan tas milik geolog asing yang sedang melakukan survei sumber emas di kawasan dekat rumahnya dengan harapan mendapat jatah makan, atau mengangkut barang milik guru asal Jawa dari fapangan terbang ke rumah dinasnya. Pernah juga memikul sayuran sejauh piluhan kilometer hanya untuk mendapat upah Rp3.000. Meski sulit, ia pantang menerima upah sebelum pekerjaannya selesai. la bahkan pernah mengikat perutnya dengan noken kuat-kuat untuk mengurangi rasaiapar yang mendera, padahaf ia harus membelah setumpuk kayu. Di usianya yang beium genap sepuluh tahun, Maximus mencoba meiamar pekerjaan di Tembagapura, kawasan Freeport. Sudah tentu ia diusir-usir sekuriti. Namun, berkat kegigihannya, dengan berbagai strategi yang lugu tetapi cerdikt akhirnya usahanya membuahkan hasil. la mendapat pekerjaan sebagai tukang kebun di kompleks pejabat ijnggi Freeport. Kelak ia bekerja sebagai tukang kebun di sejumlah rumah yang dihuni para petinggi Freeport. la pun akrab dengan beberapa direktur perusahaan itu yang berasal dari AS atau Kanada. Meski banyak koneksi, untuk bisa bekerja di Freeport ternyata tidak mudah. Apalagi ia tak tamat SD. Namun, ia pantang menyerah. Segala upaya ditempuhnya agar bisa bekerja di freeport. Buku ini bercerita teniang bagaimana ia menembus ketatnya penjagaan di Freeport, mieyakinkan para petinggi perusahaan itu agar mau mempekerjakannya, dan bagaimana ia belajar untuk meningkatkan karier dari tukang parkir truk hingga jadi operator truk Vaksasa, bahkan jadi instruktur operator alatberat yang pesertanya para sarjana Perjalartan hidupnya unik, iucu, lugu, kadang "gila", tetapi sangat inspiratif. Siapa sangka pemuda Papua yang usianya belum 35 tahun ini sekarang bekerja di lstana Negara dan pernah memimpin delegasi ekonomi ke luar negeri. Mungkin saya diwaarisi mental gladiator seperti ayah dan kakeksaya," katanya.
|