Interior Ruang Kelas pada Taman Kanak-Kanak Luar Biasa Tunanetra di Malang Berdasarkan Pedoman Mobilitas dan Orientasi

Main Author: Itroty
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/142545/1/Daftar_Pustaka.pdf
http://repository.ub.ac.id/142545/2/bab1-5.pdf
http://repository.ub.ac.id/142545/3/cover_skripsi.pdf
http://repository.ub.ac.id/142545/4/Cover_Skripsi_dan_daftar_isi.pdf
http://repository.ub.ac.id/142545/
Daftar Isi:
  • Penyandang tunanetra memiliki kebutuhan kahusus dalam bermobilitas dan orientasi. Kemampuan dalam bermobilitas dan orientasi sebaiknya dilakukan sejak penyandang tunanetra masih dalam usia dini. Ruang kelas pada Taman Kanak-Kanak Luar Biasa Tunanetra, merupakan tempat siswa melatih mobilitas dan orientasinya. Terdapat dua klasifikasi tunanetra, yaitu buta total dan low vision, yang masing-masing memliki kemampuan berbeda dalam menangkap informasi untuk bermobilitas dan orientasi. Anak tunanetra dalam klasifikasi buta total kehilangan fungsi penglihatan sehingga indera utama yang digunakan adalah indera peraba, sedangkan anak tunanetra pada kalsifikasi low vision memiliki kemampuan penglihatan yang terbatas, sehingga indera penglihatan merupakan indera utama bagi anak low vision. Perancangan ruang kelas didasari analisa anak tunanetra pada masing-masing klasifikasi serta analisa mobilitas dan orientasi. Analisa anak tunanetra dilakukan untuk mengetahui kemampuan masing-masing klasifikasi tunanetra dan karakteristik desain yang sesuai dengan karakter anak tunanetra. Analisa mobilitas dan orintasi dilakukan untuk mengetahui penerapan komponen mobilitas dan orientasi dalam perancangan ruang kelas. Penerapan kompenen mobilitas dan orientasi dalam perancangan ruang kelas mendukung mobilitas dan orientasi siswa. Komponen mobilitas dan orientasi terdiri dari landmar, clue, measurement, numbering system, dan compass direction. Komopnen mobilita dan orientasi yang diterapkan pada ruang kelas untuk siswa buta total berbeda dengan penerapan pada ruang kelas untuk siswa low vision. Perbedaan penerapan komponen mobilitas dan orientasi didasari oleh kemampuan masing-masing klasifikasi dalam menangkap rangsangan. Pada kelas buta total, komponen mobilitas dan orientasi diterapkan dengan rangsangan motif dan tekstur. Sedangkan pada kelas low vision, komponen mobilitas dan orientasi diterapkan dengan rangsangan warna dan cahaya. Kajian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam perancangan ruang kelas pada Taman Kanak-Kanak Luar Biasa Tunanetra.