Efektivitas Implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dalam Mengurangi Kerusakan Lingkungan (Studi Pada Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Malang dan Masyarak
Daftar Isi:
- Dalam rangka mengurangi kerusakan lingkungan akibat pembangunan industri di Indonesia, pemerintah memberlakukan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Karena itu, dilakukan usaha preventif dengan mewajibkan pelaku usaha untuk memenuhi UKL-UPL di dalam pengurusan izin lingkungan dan izin usaha. Diberlakukannya UKL-UPL guna menghadapi isu lingkungan yang timbul di tengah masyarakat, salah satunya kasus pencemaran yang dilakukan PT Tri Surya Plastik di Dusun SumberSuko, Kelurahan Lawang, Kecamatan Lawang. Walaupun warga sudah melakukan pengaduan, akan tetapi masih belum ada respon positif terkait pencemaran. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis efektivitas implementasi UKL-UPL di Kecamatan Lawang dalam mengurangi kerusakan lingkungan serta faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhinya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang terfokus pada (1)Efektivitas implementasi UKL-UPL dalam mengurangi kerusakan lingkungan di Kecamatan Lawang; dan (2)Faktor pendorong dan penghambat yang berpengaruh dalam pencapaian efektivitas implementasi UKLUPL sebagai upaya pengurangan kerusakan lingkungan. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang dipakai sesuai dengan interactive model menurut Miles dan Huberman yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh bahwa efektivitas implementasi UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) sebagai instrumen pencegah terjadinya kerusakan dalam mengurangi kerusakan lingkungan di Kecamatan Lawang dilihat dari hubungan output dengan tujuannya belum tercapai. Peraturan yang mengatur UKL-UPL telah jelas dan sudah tepat jika dilaksanakan karena sesuai dengan kondisi perubahan yang diinginkan dan isu yang tengah berkembang, tetapi output yang berkaitan dengan hasil yang diharapkan untuk memakai UKL-UPL sebagai instrument pencegahan pencemaran lingkungan akibat limbah industri terhadap air belum seperti yang diharapkan. Pelaksanaan implementasi UKL-UPL yang diharapkan dilakukan dengan dukungan partisipasi masyarakat belum tercapai. Pemerintah terkesan masih berjalan sendiri, belum merangkul LSM maupun masyarakat di dalam mengawasi pencemaran padahal keterlibatan aktor di luar pemerintah dalam pengawasan UKL-UPL sangat dibutuhkan, karena derajat perubahan yang diinginkan berkaitan dengan lingkungan yang merupakan kepentingan bersama dan untuk mencapai agar efektif di dalam mengurangi perusakan lingkungan menuntut kesadaran dan kepatuhan yang tinggi. Sosialisasi yang belum merata dan keterbatasan kemampuan BLH baik secara pendanaan dansarana prasarana menandakan integritas dan adaptasi belum tercapai. Otoritas BLH yang terbatas dan terdapat pertimbangan PAD di dalam penindakan pencemaran industri membuat pelaku usaha sering kali diberi keringanan mencerminkan terjadinya tawar menawar terhadap penindakan hukum sehingga kepatuhan pelaku usaha menjadi minim. Dari implementasi UKL-UPL yang dilakukan BLH Kabupaten Malang terdapat empat faktor dominan yang mempengaruhi efektivitas UKL-UPL yaitu komunikasi, sumber daya, peran stakeholder, dan pengurusan IPAL. Komunikasi yang baik antar BLH dengan dinas terkait, dan sosialisasi yang terus dilakukan kepada masyarakat dan pelaku usaha mendukung terjadinya efektivitas dalam implementasi UKL-UPL. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat yaitu, masih kurang memadainya sumber daya yang mendukung baik sumber daya manusia, anggaran, informasi, maupun kewenangannya serta belum dimaksimalkannya peran stakeholder menyebabkan terhambatnya efektivitas implementasi UKL-UPL, dan Tingginya biaya pembuatan IPAL menyebabkan banyak pelaku usaha yang mengabaikan keberadaannya, padahal IPAL merupakan teknologi yang membantu di dalam mengurangi pencemaran lingkungan. Rekomendasi untuk mengatasi permasalahan yang terjadi yaitu; hendaknya selain tugas pembinaan, BLH diberikan otoritas khusus di dalam penanganan pelanggaran pencemaran dan didukung oleh lembaga penegak hukum, mampu bekerja sama dengan lembaga penyedia IPAL ataupun lembaga pendidikan untuk menyediakan IPAL yang bagus dengan harga terjangkau, serta menambah tenaga sosialisasi dengan membuat BLH Keliling yang terdiri dari sukarelawan dari berbagai kalangan. Metode yang dipakai hendaknya paksa dan pasar, pemaksaan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan instrument izin lingkungan dan izin usaha sebagai pengontrol dan pemberian reward atau kerjasama IPAL untuk yang melestarikan lingkungan.