Fungsi Pengawasan Legislator Perempuan pada Tindak Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Di Kota Malang
Main Author: | -, Sajida |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/10659/ |
Daftar Isi:
- Tingginya angka KDRT di Kota Malang masih menjadi masalah serius dan beban pekerjaan rumah bagi pemerintahan di Kota Malang. Baik eksekutif maupun legislatif turut bertanggung jawab atas persoalan tingginya angka KDRT yang terjadi di Kota Malang dalam kurun waktu 2010- 2016. Pada tahun 2015, disahkannya peraturan daerah nomor 12 tahun 2015 sedikit membuka titik terang bagi perlindungan perempuan dan anak di Kota Malang. Sehingga perempuan yang menjadi korban KDRT memiliki jaminan perlindungan dari pemerintah. Penanganan korban KDRT-pun digencarkan bersamaan dengan sosialisasi pencegahan KDRT dan perlindungan perempuan. Namun hal tersebut bukan menjadikan pokok permasalahan tuntas. Adanya ketimpangan laporan pengaduan pada 3 dinas yang berbeda juga menjadi persoalan tersendiri. Dimana instansi pemerintah dalam hal ini DP3AP2KB paling sedikit menerima laporan pengaduan KDRT dibanding Lembaga non pemerintahan lainnya. hal tersebut menimbulkan pertanyaan, bagaimana legislator melakukan pengawasan terhadap salah satu perda yang disusunnya, utamanya pada legislator perempuan. karena secara publik, tidak tampak pengawasan ini dilaksanakan oleh legislator perempuan dalam memberikan perhatiannya pada tindak kasus KDRT dan penangannya. Hal tersebut yang patut dikaji terkait bagaimana pelaksanaan fungsi pengawasan oleh legislator perempuan ini terhadap tindak kasus KDRT di Kota Malang. Peneliti berfokus pada analisis fungsi pengawasan oleh legislator perempuan ini terhadap tindak kasus KDRT di Kota Malang. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni kualitatif. Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori rational choice-institutionalism dari Hall taylor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Legislator perempuan di Kota Malang telah melaksanakan fungsi pengawasannya pada tindak kasus KDRT apabila dilihat dari keterlibatannya, tindakan yang diambil, serta adanya inisiatif personal yang mendorong mereka memantau kondisi KDRT di Kota Malang. Namun, pelaksanaannya amat kurang maksimal, dimana pengawasan pada tindak KDRT tidak menjadi kepentingan atau program priotitas oleh Komisi D, serta belum adanya mekanisme yang menjadi pijakan tindak lanjut pengawasan serta masih banyaknya kekurangan pada aturan hukum yang dijadikan pijakan penanganan KDRT yang disusun oleh legislator itu sendiri.