ANALISIS YURIDIS IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN TERHADAP LEMBAGA PENGAWAS SEKTOR JASA KEUANGAN

Main Author: Zulfikar, Lutfi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2012
Subjects:
Online Access: http://eprints.umm.ac.id/29752/1/jiptummpp-gdl-lutfizulfi-30513-2-babi.pdf
http://eprints.umm.ac.id/29752/2/jiptummpp-gdl-lutfizulfi-30513-1-pendahul-n.pdf
http://eprints.umm.ac.id/29752/
Daftar Isi:
  • Sesuai dengan amanat yang tertera pada pasal 34 undang-undang Bank Indonesia pada tanggal 22 November 2011, telah disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas jasa Keuangan (UU OJK) dengan di sahkannya Undang-undang ini tentunya banyak sekali implikasi hukum yang timbul atas di sahkannya undang-undang ini, mengingat bahwa OJK ini adalah sebuah lembaga yang di tujukan untuk pemusatan pengawasan terhadap kegiatan sektor jasa keuangan secara keseluruhan, seperti halnya pada perbankan, dengan di bentuknya OJK, maka wewenang BI yang semula melakukan pengawasan secara keseluruhan terhadap kegiatan perbankanakan berkurang sebagian, secara garis besarnya dapat dikatakan dalam hal ini bahwa Bi hanya berwenang melakukan pengawasan secara macroprudential. Peran dari OJK disini adalah sangat penting demi menunjang perekonomian negara serta dalam memberikan kepastian hukum pada sektor jasa keuangan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dengan mengangkat permasalahan, sebagai berikut:1.Bagaimana pengawasan sektor jasa keuangan secara keseluruhan setelah terbentuknya undang-undang otoritas jasa keuangan? 2.Bagaimana implikasi hukum setelah terbentuknya undang-undang Otoritas jasa keuangan? Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang di maksud dengan penelitian hukum normatif (Yuridis normatif) di sini adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder berkaitan dengan pengawasan sektor jasa keuangan dan implikasi hukum setelah terbentuknya undang-undang Otoritas Jasa Keuangan terhadap lembaga-lembaga lain. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa pengawasan sektor jasa keuangan secara keseluruhan setelah terbentuknya undang-undang Otoritas Jasa Keuangan adalah dengan memangkas kewenangan bank sentral, dimana otoritas Jasa Keuangan akan mengawasi seluruh industri jasakeuangan yang di Indonesia. Namun demikian ada beberapa tantangan pengawasan setelah terbentuknya Undang-undang Otoritas jasa Keuangan Pertama, saat OJK menyatakan terdapat bank yang memerlukan pandangan jangka pendek, BI sebagai the lender of last resort memerlukan waktu yang lebih banyak untuk memverifikasi kondisi bank tersebut. Kedua, industri perbankan dan keuangan nasional mungkin baru akan merasakan manfaat penyatuan pengawasan lembaga keuangan dalam jangka waktu relatif lama. Ketiga, sumber pendanaan OJK yang secara bertahap harus punya kemandirian dari pungutan industri (retribusi). Keempat, fungsi pengawasan bank umum harus diperkuat dengan pengawasan untuk lembaga keuangan kompleks (Konglomerasi) dan sistemik. Kelima, fungsi pengawasan dan pengembangan bank syariah perlu diperjelas mengingat dalam UU OJK tidak disebutkan secara eksprlisit. Implikasi hukum setelah terbentuknya undang-undang Otoritas Jasa keuangan akan banyak undang-undang yang harus diamandemen.