DIAKONIA JEMAAT GMIT "POLYCAPUS" DAN EKS PENGUNGSI TIMOR TIMUR
Main Author: | JENI MARLINA BAILAO |
---|---|
Other Authors: | J B GIYANA BANAWIRATMA, |
Format: | Bachelors |
Terbitan: |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta
, 2006
|
Subjects: |
ctrlnum |
nim-01001719 |
---|---|
fullrecord |
<?xml version="1.0"?>
<dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><title>DIAKONIA JEMAAT GMIT &amp;quot;POLYCAPUS&amp;quot; DAN EKS PENGUNGSI TIMOR TIMUR</title><creator>JENI MARLINA BAILAO</creator><subject>Theologi</subject><description>ABSTRAKPengungsi dari Timor Timur adalah orang-orang yang terpaksa mengungsi sebagai akibat dari gejolak politik yang memanas di Timor Timur, ketika presiden B.J Habibie mengumumkan dua opsi kepada rakyat Timor-Timur pada akhir bulan Januari 1999. Sejak itulah situasi politik Timor Timur yang memang sudah sekian lama tegang di bawah permukaan, menjadi amat panas dengan konflik kekerasan yang begitu terbuka. Menuju hari H jajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999, situasi Timor Timur bergerak antara konflik yang satu ke konflik yang berikutnya. Peristiwa kekerasan di gereja Liquica pada bulan April 1999 dan peristiwa penyerbuan laskar Aitarak ke rumah Manuel Caroscalao di Dili pada bulan yang sama adalah tonggak-tonggak besar dari sebuah dinamika kekerasan yang menandai periode yang berdarah itu.1 Kejadian itu menjadi pemicu terjadinya arus pengungsian yang besar-besaran dan sangat terkenal. Kejadian inipun mendapat sorotan dan perhatian yang sangat besar, bukan hanya dari kalangan nasional tetapi juga internasional. Tempat pertama dan terdekat yang paling banyak dituju oleh para pengungsi asal Timor Timur ini adalah Atambua dan kota-kota di sekitar Timor Barat. Hal itu dikarenakan Atambua merupakan kota yang terdekat dengan Timor Timur, dan sekaligus menjadi daerah perbatasan antara Timor Timur dan Timor Barat. Saat itu GMIT Polycarpus Atambua sebagai Gereja induk dan terbesar yang berkedudukan di Atambua yang merupakan Ibu Kota kabupaten Belu, juga ikut andil dalam melayani, memperhatikan dan membantu sesuai dengan kemampuan dan cara mereka. Dalam rangka membantu pengungsi GMIT Polycarpus Atambua bekerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan pelayanan terhadap pengungsi ini. Hingga pada akhir tahun, tepatnya 31 Desember 2002, pemerintah Republik Indonesia dan PBB, dalam hal ini UNHCR telah mencabut status PENGUNGSI itu, sehingga mau tidak mau para pengungsi itu bukan lagi pengungsi seperti sebelumnya. Mereka yang memilih pro Indonesia akan mendapat kewarganegaraan Indonesia dan dapat tinggal di negara Indonesia ini, sedangkan mereka yang memilih untuk kembali ke Timor-Timur akan dibantu oleh UNHCR, pemerintah dan beberapa LSM untuk pulang. Ratusan LSM, baik yang berskala nasional dan internasional akhirnya ditarik dari Atambua, dan otomatis bantuan tidak lagi diberikan. Hanya ada beberapa LSM lokal yang masih bertahan untuk memperjuangkan kelangsungan hidup para eks pengungsi ini. Mau tidak mau hal ini berdampak langsung pada kehidupan para eks pengungsi, mereka tidak lagi bisa berharap banyak untuk mendapat bantuan, mereka harus bisa berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam kondisi ini para eks pengungsi sangat berharap banyak kepada pihak-pihak yang mau membantu mereka untuk bisa bertahan dan berjuang dalam menjalani kehidupan ini. Harapan inipun ditujukan pada Gereja sebagai wakil Allah di dunia guna mewartakan Kerajaan Allah yang penuh damai sejahtera. GMIT Polycarpus Atambua sangat diharapkan bisa menunjukkan eksistensinya sebagai Gereja yang mau peduli dan berjuang bersama mereka yang miskin dan tertindas.</description><publisher>SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta</publisher><contributor>J B GIYANA BANAWIRATMA, </contributor><date>2006-01-31</date><type>Thesis:Bachelors</type><permalink>http://sinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/nim/01001719</permalink><right>Copyright (C) 2006 pada Penulis</right><journal/><recordID>nim-01001719</recordID></dc>
|
format |
Thesis:Bachelors Thesis |
author |
JENI MARLINA BAILAO |
author2 |
J B GIYANA BANAWIRATMA, |
title |
DIAKONIA JEMAAT GMIT &quot;POLYCAPUS&quot; DAN EKS PENGUNGSI TIMOR TIMUR |
publisher |
SInTA - Unit Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta |
publishDate |
2006 |
topic |
Theologi |
contents |
ABSTRAKPengungsi dari Timor Timur adalah orang-orang yang terpaksa mengungsi sebagai akibat dari gejolak politik yang memanas di Timor Timur, ketika presiden B.J Habibie mengumumkan dua opsi kepada rakyat Timor-Timur pada akhir bulan Januari 1999. Sejak itulah situasi politik Timor Timur yang memang sudah sekian lama tegang di bawah permukaan, menjadi amat panas dengan konflik kekerasan yang begitu terbuka. Menuju hari H jajak pendapat tanggal 30 Agustus 1999, situasi Timor Timur bergerak antara konflik yang satu ke konflik yang berikutnya. Peristiwa kekerasan di gereja Liquica pada bulan April 1999 dan peristiwa penyerbuan laskar Aitarak ke rumah Manuel Caroscalao di Dili pada bulan yang sama adalah tonggak-tonggak besar dari sebuah dinamika kekerasan yang menandai periode yang berdarah itu.1 Kejadian itu menjadi pemicu terjadinya arus pengungsian yang besar-besaran dan sangat terkenal. Kejadian inipun mendapat sorotan dan perhatian yang sangat besar, bukan hanya dari kalangan nasional tetapi juga internasional. Tempat pertama dan terdekat yang paling banyak dituju oleh para pengungsi asal Timor Timur ini adalah Atambua dan kota-kota di sekitar Timor Barat. Hal itu dikarenakan Atambua merupakan kota yang terdekat dengan Timor Timur, dan sekaligus menjadi daerah perbatasan antara Timor Timur dan Timor Barat. Saat itu GMIT Polycarpus Atambua sebagai Gereja induk dan terbesar yang berkedudukan di Atambua yang merupakan Ibu Kota kabupaten Belu, juga ikut andil dalam melayani, memperhatikan dan membantu sesuai dengan kemampuan dan cara mereka. Dalam rangka membantu pengungsi GMIT Polycarpus Atambua bekerjasama dengan berbagai pihak dalam melakukan pelayanan terhadap pengungsi ini. Hingga pada akhir tahun, tepatnya 31 Desember 2002, pemerintah Republik Indonesia dan PBB, dalam hal ini UNHCR telah mencabut status PENGUNGSI itu, sehingga mau tidak mau para pengungsi itu bukan lagi pengungsi seperti sebelumnya. Mereka yang memilih pro Indonesia akan mendapat kewarganegaraan Indonesia dan dapat tinggal di negara Indonesia ini, sedangkan mereka yang memilih untuk kembali ke Timor-Timur akan dibantu oleh UNHCR, pemerintah dan beberapa LSM untuk pulang. Ratusan LSM, baik yang berskala nasional dan internasional akhirnya ditarik dari Atambua, dan otomatis bantuan tidak lagi diberikan. Hanya ada beberapa LSM lokal yang masih bertahan untuk memperjuangkan kelangsungan hidup para eks pengungsi ini. Mau tidak mau hal ini berdampak langsung pada kehidupan para eks pengungsi, mereka tidak lagi bisa berharap banyak untuk mendapat bantuan, mereka harus bisa berusaha sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Dalam kondisi ini para eks pengungsi sangat berharap banyak kepada pihak-pihak yang mau membantu mereka untuk bisa bertahan dan berjuang dalam menjalani kehidupan ini. Harapan inipun ditujukan pada Gereja sebagai wakil Allah di dunia guna mewartakan Kerajaan Allah yang penuh damai sejahtera. GMIT Polycarpus Atambua sangat diharapkan bisa menunjukkan eksistensinya sebagai Gereja yang mau peduli dan berjuang bersama mereka yang miskin dan tertindas. |
id |
IOS2784.nim-01001719 |
institution |
Universitas Kristen Duta Wacana |
institution_id |
96 |
institution_type |
library:university library |
library |
Perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana |
library_id |
528 |
collection |
Sistem Informasi Tugas Akhir (SinTA) |
repository_id |
2784 |
subject_area |
Agama Akuntansi Arsitektur |
city |
KOTA YOGYAKARTA |
province |
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA |
repoId |
IOS2784 |
first_indexed |
2016-10-07T01:42:26Z |
last_indexed |
2016-10-07T01:42:26Z |
recordtype |
dc |
_version_ |
1765851660131762176 |
score |
17.538404 |