Analisis pendapat Imam Nawawi Al-Bantani tentang hukuman bagi pelaku liwath dan relevansinya dengan fenomena LGBT di Indonesia

Main Author: Rohman, M. Tahta Ainir
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14117/1/BAB%20SKRIPSI%20FULL%201402026079%20M.TAHTA%20AINIR%20ROHMAN%20-%20Muhamad%20Tahta.pdf
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/14117/
Daftar Isi:
  • Dalam hukum Islam, istilah homoseksual disebut dengan liwath. Sejak zaman Nabi sampai sahabat pelaku liwathdihukum rajam atau bunuh, baik yang menjadi obyek maupun subyeknya. Tetapi,para ulama’madzhab berbeda pendapat dalam memberikan Sanksi pidana bagi pelaku liwath. Sedangkan menurut imam nawawi al-Bantani, membedakan hukuman muhshan dan ghairhu muhshan bagi pelaku liwath. Dari permasalahan tersebut, fokus penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengetahui pendapat dan Istinbath Hukum Imam Nawai al-Bantani tentang Hukuman bagi pelaku Liwath? 2) untuk mengetahui relevansi pendapat Imam Nawai al-Bantani tentang Hukuman bagi pelaku Liwath dengan pelaku LGBT di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif denganpendekatanhukum normatif, dimana data yang digunakan diperoleh dari sumber data sekunder dengan bahan hukum primer yaitu kitab Sulam at-Taufiq. Adapun bahan hukum pelengkap yaitu data yang digunakan sebagai pendukung dalam penelitian skripsi ini. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan studi dokumentasi. Dan analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil temuan dari penelitian ini adalah 1) Bahwa Imam Nawawi al-Bantani berpendapat hukuman bagi pelaku liwath adalah bunuh bagi orang yang melakukan (subjek), sedangkan bagi objek (mauthu’) dihukum cambuk 100 kali. Jika ditinjau dari aspek pertanggungjawaban pidana, baik subjek maupun objek pelaku liwath seharusnya sama-sama dihukum bunuh. Akan tetapi, dalam pendapatnya Imam Nawawi al-Bantani, hukum bunuh bagi subjekny saja. Hal ini Imam Nawawi al-Bantani berdasar kepada hadits. Hadits yang digunakan dapat dipahamai bahwa yang menjadi objek adalah seorang laki-laki yang mendatangi, bukan yang didatangi juga. 2) Bahwa terkait pendapat Imam Nawawi al-Bantani tentang hukuman bagi pelaku liwath, jika diterapkan di Indonesia tidak relevan. Karena Indonesia bukan negara Islam dan tindakan LGBT merupakan hak bagi tiap individu yang dijamin oleh HAM. Pendapat Imam Nawawi juga membedakan hukuman antara pelaku liwath yang sudah menikah dengan yang belum menikah, serta membedakan pula subjek (yang meliwath) dengan objek (yang diliwath/mauthu’). Menurut penulis, pelaku liwath, baik subjek maupun objeknya sama-sama pelaku kejahatan, jadi pertanggungjawaban pidananya ada pada keduanya dan tidak membedakan kadar hukumannya. Hal demikian jika pelaku dan korbannya adalah sama-sama dewasa. Sedangkan bagi pelaku liwath yang objeknya adalah anak dibawah umur, menurut penulis, hukuman hanya terhadap subjeknya, sedangkan bagi si anak selaku objeknya bebas dari hukuman.