Potensi Tinggi Pengelolaan Kebakaran Lahan Gambut untuk Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

Main Authors: Saharjo, Bambang Hero, Novita, Nisa
Format: Article info application/pdf eJournal
Bahasa: eng
Terbitan: Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor (IPB) , 2022
Online Access: http://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/view/40972
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jsilvik/article/view/40972/23385
Daftar Isi:
  • The Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) reported that increasing of GHG emissions from Indonesia in 2019 was mainly due to carbon-rich peatlands burning. About 1.65 million ha were burnt and a half million ha of peat were burned in devastating fire events in 2019, yet GHG (greenhouse gas) emissions released was almost nearly compared to the 2015 fires where 2.6 million ha areas were burnt. Thousands of acres of ecologically significant land were burned, resulting in toxic haze which threatening human health as well as disrupting natural forests and wildlife habitat. Peatlands consists of decomposed organic matter, and peat degradation will produce significant amount of GHG emissions, especially when the areas are burnt. The lowering ground water level (GWL) on peatlands will increase the sensitivity to the fires because of the drier condition of peat surface. The restoration efforts implemented in degraded peat ecosystem (i.e: rewetting and revegetation) seem like the best solution, if and if the fire prevention management activities are really well implemented. Fire suppression has high potential to reduce GHG emissions resulted from peat fires into the atmosphere. The success of peatland fire suppression will depend on the skill of fire brigades, strategy, and the availability of equipment, direct and indirectly in the ground. Lack of knowledge and experience to combat peat fires will spread more fires and potentially out of control fire break outs. Finally, this condition will produce significant amount of GHG emissions as dry peat burnt is difficult to control. Key words: CAMS, GHG, peat fires, suppression, restoration
  • Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) melaporkan bahwa peningkatan emisi GRK hutan dan lahan Indonesia pada tahun 2019 terutama disebabkan oleh pembakaran lahan gambut yang kaya karbon. Sekitar 1,65 juta ha terbakar dan setengah juta ha gambut terbakar dalam peristiwa kebakaran hebat pada tahun 2019, namun emisi GRK (gas rumah kaca) yang dihasilkan hampir mendekati dibandingkan dengan kebakaran tahun 2015 di mana 2,6 juta ha area terbakar. Ribuan hektar lahan yang secara ekologis penting dibakar, mengakibatkan kabut asap beracun yang mengancam kesehatan manusia serta mengganggu hutan alam dan habitat satwa liar. Lahan gambut terdiri dari bahan organik yang terdekomposisi, dan degradasi gambut akan menghasilkan emisi GRK dalam jumlah yang signifikan, terutama jika areal tersebut terbakar. Penurunan muka air tanah (GWL) di lahan gambut akan meningkatkan kepekaan terhadap kebakaran karena kondisi permukaan gambut yang lebih kering. Upaya restorasi yang dilakukan di ekosistem gambut yang terdegradasi (yaitu: pembasahan dan revegetasi) tampaknya merupakan solusi terbaik, jika dan jika kegiatan manajemen pencegahan kebakaran benar-benar dilaksanakan dengan baik. Pemadaman kebakaran memiliki potensi tinggi untuk mengurangi emisi GRK akibat kebakaran gambut ke atmosfer. Keberhasilan pemadaman kebakaran lahan gambut akan sangat bergantung pada keterampilan petugas pemadam kebakaran, strategi, dan ketersediaan peralatan, baik langsung maupun tidak langsung di lapangan. Kurangnya pengetahuan dan pengalaman untuk memerangi kebakaran gambut akan menyebabkan lebih banyak kebakaran dan berpotensi menimbulkan kebakaran yang tidak terkendali. Terakhir, kondisi ini akan menghasilkan emisi GRK yang signifikan karena gambut kering yang terbakar sulit dikendalikan. Kata kunci: CAMS, GRK, kebakaran gambut, pemadaman, restorasi